![]() |
Saya dan teman-teman Blogger tidak sengaja bertemu di lokasi. Yang menyenangkan kami disambut oleh Nathalia Atmaja perwakilan dari Kempinski Hotel. Thanks ya :) |
Gebrakan Kempinsky Hotel dalam membudayakan kembali kuliner lokal
Indonesia patut diacungi jempol. Ditengah derasnya gempuran aneka kuliner dari
mancanegara yang berakulturasi dengan kuliner lokal Indonesia, kerinduan
masyarakat pada kuliner lokal tertebus dengan adanya event "Spice
Journey" ini. Disamping itu, untuk lebih mengenalkan kuliner lokal pada
warga asing yang menetap di Indonesia-ditengarai-ternyata menyukai keistimewaan
cita rasa kuliner Indonesia, maka even tersebut disambut dengan baik.
Rantai Sejarah Kuliner Sulawesi-Maluku
Selasa 2 September 2015 lalu saya men-schedule-kan jadwal untuk
singgah mencicipi aneka kuliner Sulawesi dan Maluku. Bukan tanpa sebab saya
memilih kuliner ini. Sejak dahulu pelaut Bugis terkenal dengan jiwa baharinya
yang sangat kuat. Mereka mampu membuat kapal kayu layar yang sangat terkenal di
seluruh penjuru dunia yaitu kapal Pinisi. Bahkan yang membuat saya kagum, ketenaran dan ketangguhan
kapal Pinisi tidak pupus dimakan jaman. Sampai saat ini tangan-tangan ahli orang Sulawesi Selatan masih
membuatnya. Sungguh, melestarikan tradisi agar tidak punah memang butuh kerja
keras dan kemauan kuat. Dan, saya melihat kekuatan tekad masyarakat Sulawesi
tergambar dari sini.
Kualleangi tallang na towaliya, sekali layar terkembang pantang biduk surut ke pantai _ Semboyan suku Bugis
Begitupun dengan Maluku. Kawasan kepulauan yang kaya akan
rempah-rempah ini sudah dikenal dunia Internasional sejak dulu kala. Silih
berganti bangsa asing menjejakkan kaki di tanah penghasil rempah-rempah
ini, dan mengubah niat semula dari berdagang menjadi ingin memonopolinya.
Dalam sebuah lukisan karya W.P Groeneveldt berjudul "Gunung Dupa", Maluku digambarkan sebagai wilayah bergunung-gunung yang hijau dipenuhi pohon cengkeh-sebuah oase di tengah laut sebelah tenggara.
Nah, seperti apa daya tarik rempah-rempah hasil Maluku sehingga
ingin dikuasai bangsa-bangsa lain membangkitkan keingin tahuan saya. Begitu
kuatkah keistimewaaan cita rasa masakan wilayah tersebut?
Rantai Penyebaran Kuliner Sulawesi-Maluku
Sebagaimana kita tahu kuliner Sulawesi dan Maluku didominasi oleh
hasil laut di wilayah yang dikelilingi perairan, misalnya Manado di Sul-Ut,
suku Bugis di Ujung Pandang Sul-Sel dan suku Ambon di Maluku. Sementara itu, di
wilayah pegunungan dan berbukit-bukit kulinernya didominasi oleh hasil bumi dan
ternak seperti unggas-unggasan dan Sapi. Hal itu membuktikan bahwa meski di
sebagian wilayah, orang Sulawesi terkenal suka makanan hasil laut, ternyata
makanan dari hewan darat pun juga disukai. Ciri khas lainnya, konon orang
Sulawesi menyukai makanan yang sarat rempah dan berbumbu tajam, pedas
menggigit, asin, asam dan gurih.
Tanaman Sagu yang tumbuh subur di pesisir Maluku menjadikan bahan
pangan ini dipilih sebagai makanan pokok masyarakatnya. Berbagai olahan dibuat
berbahan dasar sagu seperti Papeda yaitu bubur sagu tawar dengan padanan ikan
Cakalang untuk lauknya. Menariknya, makanan khas Maluku justru ngga ada. Di
kawasan yang berbatasan dengan Papua, sebagian besar kulinernya terpengaruh
dari Papua. Sementara yang berbatasan dengan Sulawesi, kulinernya pun
dipengaruhi dari Sulawesi.
Pengaruh lain datang dari bangsa asing
yang dulu menduduki bumi Sulawesi ikut memperkaya cita rasa kudapan santainya. Pernah mencoba Poffertjes? Kudapan ini
merupakan adaptasi dari Belanda dengan bahan sederhana, seperti gula, telur,
tepung dan mentega yang sangat banyak peminatnya. Panada juga konon berasal
dari Portugis. Berbentuk seperti pastel dengan isian suwiran ikan Cakalang yang
populasinya banyak di perairan Sulawesi dan Maluku, kudapan ini sangat populer.
Kemudian, Klapertart yang juga berasal dari Belanda, memanfaatkan almond dan
kenari yang banyak tumbuh di daerah Sulawesi dengan keju dan susu sesuai
kebiasaan orang 'sana'.
Pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia dan memadukan dua
budaya yang amat bertolang belakang malah menciptakan jenis kuliner baru dan
memperkaya khazanah kuliner Indonesia. Siapa sangka, dari makanan saja kita
bisa menguak sejarah dibalik peristiwa saat itu, kan? J
Rantai Kuliner Sulawesi-Maluku di Kempinski Hotel
"The Man Behind The Gun"
- Quote
Tidak salah jika saya sematkan quote tersebut pada Cheff Petty
Elliott yang menjadi 'nakhoda' kitchen Signature Restaurant Kempinski Hotel
Jakarta. Sejak awal saya sudah menduga, mustahil masakan khas Sulawesi Maluku
diolah oleh tangan Chef asing. Rasa makanan yang saya nikmati di sini begitu
otentik, Kedepannya, dari hasil wawancara singkat-dikarenakan sibuk shooting
dari Metro TV-dengan Cheff Petty Elliott saya mengerti asal muasal mengapa
masakannya terasa sangat orisinil
![]() |
Cheff Petty Elliott |
Cheff Pettty Elliott bercerita, "saya lahir di Menado, dan
saya belajar memasak dari Oma saya." Dengan nada ramah ia mengenang
kembali masa-masa selama tinggal di Inggris. Saat itu dia seringkali memasak
masakan Menado untuk jamuan teman-temannya. Berkat kepiawaiannya menyesuaikan
dengan lidah orang 'sana' tidak disangka, masakannya sangat disukai.
Rantai Kuliner Sulawesi-Maluku dan Saya
![]() |
Cotto Makassar |
Sempat saya menanyakan apa rahasia Cheff Petty Elliott saat
memasak Coto Makassar? Dengan gamblang ia menceritakan proses perebusan daging
yang lama dan menggunakan api kecillah yang jadi kuncinya, sehingga daging jadi
empuk tapi tidak hancur. Saya merasakan saat mencicipi Coto Makassar komposisi aroma rempahnya seimbang dengan
gurihnya kaldu hangat daging. Tidak ada rasa pekat lemak di langit-langit
tenggorokan yang saya rasakan, jadi tidak membuat enegh sama sekali. Enak
sekali.
![]() |
Bubur Menado dan sambal roa |
Bubur Menado saya cicipi dalam porsi kecil. Bubur yang kaya gizi ini dimasak
dengan aneka sayuran dan ubi merah yang terasa melted di lidah. Sayang saya merasa buburnya kurang
asin (saya suka asin) sehingga saya perlu menambahkan sambal roa di dalamnya. Baru deh terasa pas di lidah saya.
Sambal roa merupakan sambal yang dibuat dari cabe dan ikan roa
yang dimasak dengan cara sederhana. Ikan roa sendiri yaitu sejenis ikan yang hanya
ada di perairan Sulawesi yang diasapkan. Proses pengasapan yang awalnya untuk
mengawetkan ikan hasil tangkapan menjadikan keunikan cita rasa sambal ini. Saya bandingkan rasa gurih ikan roa sangat
berbeda dengan terasi yang umum digunakan. Terasi berbau sangat tajam sementara
ikan roa tidak. Gurihnya ikan roa tidak mendominasi rasa sambal, berbeda dengan
terasi.
Untuk menu utama saya padankan Nasi Gurih, Urapan Jagung, Udang
Tuturaga, Oseng Bunga Pepaya Daun Singkong, Mie Goreng Roa, dan Daging Panggang
Sambal Kenari. Lidah Jawa saya yang terbiasa dengan masakan yang
dibubuhi sedikit gula untuk memperkuat rasa tidak merasa kesulitan sama sekali
menerima masakan dalam tiap kunyahan saya. Semua rasa bersatu padu dalam tiap
kunyahan. Nasi yang terasa gurih bertemu oseng daun pepaya yang agak pahit (kata
orang) dengan asinnya sambal kenari dan pedasnya udang tuturaga, so
yummy.
![]() |
Udang tuturaga, Ayam rica-rica, Oseng bunga pepaya daun singkong, Kakap woku blanga |
![]() |
sudut Buffet kuliner Sulawesi Maluku |
Yang menarik dalam Oseng Bunga Pepaya dan Daun Singkong adalah
rasa pahit yang masih bisa ditoleransi lidah saya. Jika dibandingkan, pahitnya
tumis pare dengan oseng bunga pepaya ini rasanya hampir sama. Tidak sepahit
rasa jamu yang rasanya melekat di pangkal lidah, oseng bunga pepaya daun singkong
ini tidak meninggalkan rasa melekat di setiap gigitannya. Setau saya, ada trik
khusus lho saat mengolahnya untuk menghilangkan rasa pahitnya itu. Dan tidak
semua orang tau, kecuali orang 'asli' sana.
Hmmm, keunikan
Urapan Jagung alias Perkedel Jagung adalah adanya rasa kencur dan aroma daun
jeruk di dalamnya. Entah benar atau tidak,
tapi memang unik sekali rasanya. Saya suka sekali.
![]() |
salah satu sudut buffet |
Kemudian udang tuturaga yang pedasnya sedang dengan tingkat
kematangan yang pas, membuat udangnya tidak alot. Bumbunya diuleg atau ditumbuk
secara manual sepertinya, alias tidak menggunakan blender. Saya perhatikan, serpihan cabe dan bawang merah
dalam bumbu tuturaga masih terlihat. Saya jadi membayangkan masakan ibu saya, masakan rumahan. Homey
sekali.
Untuk daging kacang kenari dan cocolan sambal roa yang saya ingat
adalah rasa asin dan gurihnya kenari yang dominan. Karena saya suka pedas, rasa
pedas yang 'nampol' tidak saya temukan secara keseluruhan. Bisa dimengerti
memang, karena masakannya disesuaikan dengan cita rasa internasional. Tapi
dagingnya lembut sekali, enak deh.
![]() |
ki-ka : puding sagu mangga, puding tofu pinacolada |
Untuk penutup, saya mencoba Puding Sagu Mangga dan Tofu Pinacolada yang sama enaknya. Puding Sagu mangga rasa
manisnya di tingkat sedang dan menyegarkan. Sensasi mbrindil-mbrindil dari butiran
sagu dan wangi yang berasal dari vla mangga itu terasa manis dan enak sekali. Di perut
rasanya adem, sama seperti saat saya mengkonsumsi agar-agar. Rasa Adem dari
pudding sagu dan manis segar dari vla mangga, paduan yang sempurna sekali saat
lumat dalam mulut. Bener!!
Berbeda lagi sensasinya dengan Tofu Pinacolada yang memiliki rasa
asam, manis, gurih menyegarkan. Butiran bubble-nya membuat sensasi tersendiri
saat pecah ketika digigit. Dan yang membuat saya semakin norak adalah fungsi
pipet berisi saus stroberi yang bisa dikucurkan ke dalam Dessert sesuka hati.
Terus terang saya baru lihat dessert yang pakai suntik-suntikan begini. Gimana
bikin bubble-nya ya? Apa seperti tayangan lomba masak ala Chef di stasiun
televisi belum lama itukah? Pesertanya membuat bubble dengan cara menyuntik
cairannya di spuit dengan tekanan tertentu ke dalam air es agar cepat
menggumpal menjadi bulatan-bulatan bubble yang ukurannya sama. Jika iya, salut
deh dengan Chef-nya yang taste of feel-nya pasti sudah kawakan. Jempoooll :)
![]() |
Buffet jajanan tradisional, tampak ada Es Palu Butung, Klapertart, Puding roti kayu manis kismis dan Combro. Ehh, Oncom brooo :) |
Rantai Kuliner Sulawesi-Maluku dan Kesamaan Rasa
Barongko dari Makassar Versus Carang Gesing dari
Yogyakarta
Nah, satu lagi kudapan yang saya coba yaitu Barongko. Barongko merupakan adonan pisang yang
dihancurkan dengan santan, telur dan vanila kemudian dibungkus dengan daun
pisang dan dikukus sampai matang. Jika saya bandingkan dengan Carang Gesing
kudapan tradisional dari Jawa, rasanya tidak ada bedanya. Beda nama, sama rasa.
:)
Gohu dari Makassar versus Asinan dari Bogor
Untuk pelengkap makan siang, saya mencicipi Gohu. Gohu merupakan sejenis asinan yang dibuat dari
irisan pepaya setengah matang dengan kuah terbuat dari cuka masak, cabe merah
dan garam gula. Saya penasaran sekali dengan adanya udang ukuran sedang yang
masih utuh dalam campurannya. Rasanya sekali lagi begitu pas dengan selera
saya. Rasa asam, manis, asin, gurih, pedasnya nampol persis seperti kuah
asinan. Semuanya terasa dominan untuk menutupi langu pepaya irisnya. Rekomend
buat yang lagi ngidam deh.
Hmmm, apa lagi ya? Oh iya, Urapan Jagung lebih kita kenal dengan
Perkedel Jagung kan? Kemudian sejenis pastel yang biasanya diisi potongan
wortel kentang berganti nama menjadi Panada dengan isian berbeda, yaitu suwiran
ikan Cakalang. Kuliner Maluku lain adalah Nasi Jaha yang di Sumatra dikenal
dengan Lemang. Kue Balapis kita kenal dengan nama kue Pepe di Jakarta, Lalampa
akrab kita sebut dengan Lemper. Waah, menarik juga jika saya ulik kesamaan ini
lain waktu, ya? Cateett.. J
Sayang sekali saya tidak menemukan Buras, Konro, Kaledo dan Jalangkote. Terus terang saya rindu kuliner Buras yang dulu
kerap dibuat oleh Besan keluarga saya saat Idul Fitri sebagai pengganti
ketupat. Saya penasaran juga terhadap rasa Kaledo yang beberapa kali saya lihat
tayangannya di televisi. Seperti apa rasanya ya menyedot sumsum Sapi dengan
sedotan? hehehe... Tapi, overall apa yang saya nikmati sudah oke, koq.
*elus-elus perut.
![]() |
Ayoo, mau yang mana? Ada Dimsum, Salad, Tom yam, Sushi roll, Bahkan tempe tepung juga ada :) |
![]() |
sudut buffet bubur ayam komplit. |
Kurang lebih dua jam sudah saya dan teman-teman Blogger yang tanpa
sengaja bertemu di Signature Restaurant harus pulang. Banyak sekali pengalaman
yang saya dapatkan selain lingkar perut yang sudah diatas ambang normal.
Khazanah kuliner saya jadi makin kaya dan kecintaan akan Indonesia semakin
bertambah.
"Makanan bukan hanya sekedar rasa, melainkan ada sejarah di
dalamnya."
- Quote
Saya percaya, mengenal lebih jauh kuliner khas suatu daerah
berarti ikut membantu nilai-nilai luhur warisan nenek moyang agar tetap
lestari. Semoga kuliner lokal Indonesia makin berjaya sebagaimana kapal Pinisi
yang masih dan akan terus ada. Mari Jo dicoba ne' di Signature Restaurant.
Inga... Inga.. sampai 8 September saja :)
Note :
Signature Restaurant Kempinski Jakarta
Jalan M.H. Thamrin no.1 Jakarta Pusat
Jakarta 10310, Indonesia
Phone : +62 21 23583898
Rate :
Weekday Lunch Rp 265.000,-/pax
Weekend Brunch Rp 360.000,-/pax
All Week Dinner Rp 285.000,-/pax
Tidak ada komentar:
Posting Komentar